skip to Main Content
Pandangan Islam Yang Berkemajuan 1

Pandangan Islam Yang Berkemajuan 1

PAM WIYUNG – Surabaya, Sementara dalam predikat yang lebih populer dari para ahli terutama peneliti dari luar Muhammadiyah disebut sebagai gerakan reformisme atau modernisme Islam.

Dalam konteks perkembangan pemikiran Islam kontemporer, istilah Islam yang berkemajuan menurut Prof. OR Amin Abdullah (2011) jauh lebih tepat bagi Muhammadiyah, yang lebih mirip dengan Islam progresif.

Muhammadiyah dengan pandangan atau ideologi Islam yang berkemajuan kini dihadapkan pada tantangan baru sehubungan dengan dinamika gerakan-gerakan Islam kontemporer setelah reformasi.

Perkembangan Islam mutakhir atau kontemporer menunjukkan dinamika yang luar biasa dalam ragam kecenderungan gerakan dengan sejumlah harapan, tantangan, dan masalah yang sangat kompleks.

Rentangan keragaman pemikiran Islam dalam menghadapi isu-isu mutakhir seringkali berkembang demikian luas dan tajam, yang bergerak dari pendulum yang paling sekuler atau liberal hingga kalangan Islamis radikal,

yang sering menunjukkan fenomena yang oleh Tariq Ali (2002) disebut The Clash of Fundomentalism atau benturan antar kaum fundamentalis.

Artinya keragaman pandangan tersebut tidak hanya melahirkan kategorisasi yang bercorak pemikiran, bahkan kontradiksi dalam orientasi aksi gerakan dan pengelompokan umat secara saling menegasikan.

Dinamika Islam di ranah global juga cukup mencengangkan. Secara kuantitatif jumlah umat Islam tahun 2010 menurut perhitungan The Pew Forum’s mencapai sekitar 1.57 miliar dengan tingkat pertumbuh-an 2,9% melebihi angka pertumbuhan penduduk dunia sebesar 2,3%.

Jumlah tersebut telah menyentuh prosentase 22% dari pemeluk agama di dunia, yakni nomor dua setelah Kristen yang menempati angka 33%.

Laju pertumbuhan penduduk Muslim tersebut, termasuk di negeri-negeri Barat, akan mengubah peta pemelukan agama yang berpengaruh terhadap dinamika Islam di masa depan.

Peluang untuk menjadi agama dengan pemeluk terbesar di dunia sangat mungkin terjadi, yang memberi kemungkinan lain berupa beban moral, intetektual, dan sosial baru yang tidak sederhana bagi umat Islam di masa depan.

Isu Islam versus Barat mulai bergeser ke Islam di Barat, yang menunjukkan kecenderungan baru saling akomodasi dan negosisasi antara Islam dan Barat menggeser paradigma konflik atau benturan antara keduanya.

Di Indonesia, setelah reformasi perkembangan gerakan-gerakan IsIam mutakhir juga menunjukkan keragaman yang luar biasa dengan kemajemukan pemikiran dan aksi yang tidak jarang saling berbenturan satu sama lain.

Gerakan-gerakan Islam yang di masa Orde Baru tiarap atau underground, bermunculan ke permukaan seperti NII, Ikhwanul Muslimin atau gerakan Tarbiyah, Front Pembela Islam, Hizbut Tahrir, Majelis Mujahidin, dan lainlain yang sering dikategorisasikan mewakili neorevivalisme atau neofundamentalisme Islam.

Di pendulum lain muncul gerakan-gerakan Islam yang mengusung ideologi Islam yang cenderung liberal, dari yang moderat sampai radikal dalam genre neofundamentalisme Islam.

Sementara itu kalangan tradisionalis IsIam juga menunjukkan dinamika baru, yang sampai batas tertentu bahkan melampaui gerakan modernisme Islam yang dulu direspons secara dialektik atau diametral.

Dalam dinamika Islam kontemporer tersebut terjadi rivalitas baru yang masih ditunggu bagaimana prosesnya ke depan.

Dalam dinamika Islam yang penuh warna itulah Muhammadiyah saat ini berada dan diuji ketangguhannya sebagai gerakan Islam yang membawa misi ideologi yang berkemajuan.

Muhammadiyah dalam perspektif ideologi keagamaannya sesungguhnya menampilkan pandangan Islam yang berkemajuan. Idiom “kemajuan”, “maju”, “memajukan”, dan “berkemajuan” telah melekat dalam pergerakan Muhammadiyah sejak awal berdiri hingga dalam perjalanan berikutnya.

Dalam Statuten pertama kali tahun 1912, tercantum kata “memajukan” dalam frasa tujuan Muhammadiyah, yaitu “…b. Memajoekon hal Igama kepada anggauta-anggautanja“.

Kiai Dahlan, seringkali mengungkapkan pentingnya berkemajuan. Menjadi Kiai, jadilah Kiai yang maju, ujar Kiai. Belum termasuk pikiran-pikiran dasar dan langkah-langkah awal Kiai Dahlan sejak meluruskan arah kiblat sampai mendirikan lembaga pendidikan Islam dan pranata-pranata amaliah sosial Islam yang bersilat modern,

semuanya menunjukkan pada watak Islam yang berkemajuan. Seperti dikutip Kuntowijoyo (2005) sebagaimana tercantum dalam Suwara Muhammadijah edisi awal (tahun I nomor 2 halaman 29),

dalam huruf dan bahasa Jawa tertulis ucapan Kiai Dahlan: Awit miturut paugering agami kita Islam, sarta cocok kaliyan pikajenganipun jaman kemajengan…(“Karena menurut tuntunan agama kita Islam, serta sesuaidengan kemauan zaman kemajuan.”).

Dalam tulisan utuh Kial Dahlan tahun 1921 dan menurut Informasi sebagai satu-satunya tulisan lengkap yang diwariskan pendiri Muhammadiyah ini, yang berjudul “Tali Pengikat Hidup Manusia” (Syukriyanto AR &A. Munir Mulkhan, 1985),

Kiai menyebut “tali pengikat hIdup manusia adalah pengetahuan yang terlalu amat besar bagi kemanusiaan umumnya, sehingga memenuhi bumi”, yang dirujuk ialah Al-Quran yang dengannya manusia semestinya dapat menyatukan hati.

Kiai juga mengulas tentang pentingnya para pemimpin umat bersatu hati, dan di frasa itu menunjuk apa yang disebut “… pemimpin kemajuan Islam…”.

Dalam tulisan itu, selain mengupas tentang persatuan pemimpin dan manusia sebagai makhluk Allah, yang menarik hampir leblh separuh darl tulisan itu menguraikan tentang akal, pendidikan akal, kesempurnaan akal, kebutuhan manusia, orang yang mempunyai akal, dan perbedaan antara pintar dengan bodoh”.

Dalam Majalah Suara Muhammadiyah tahun 1922, ditulis dalam bahasa lawa, tentang pentingnya Islam sebagai “agami nalar”, artinya agama yang berkemajuan dalam pemikiran umatrtya.

Pak Djarnawi Hadikusuma dalam buku Matahari-Matahari Muhammadiyah, ketika menjelaskan penisbahan Muhammadiyah dengan nama Nabi Muhammad memberikan uraian sebagai berikut:

“Dengan nama Itu dia bermaksud untuk menjelaskan bahwa pendukung organisasI itu Ialah umat Muhammad, dan asasnya adalah ajaran Nabi Muhammad saw, yaitu Islam.

Dan tujuannya ialah memahami dan melaksanakan agama Islam sebagai yang memang ajaran yang serta dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw, agar supaya dapat menjalani kehidupan dunia sepanjang kemauan agama Islam.

Dengan demikian ajaran Islam yang suci dan benar itu dapat memberi nafas bagi kemajuan umat Islam dan bangsa Indonesla pada umumnya.”

Dalam pidato Iftitah HB Muhammadlyah tahun 1927, 1928, dan 1929, berturut-turut diangkat tema dan ulasan tentang “Pandangan tentang Kemajuan Islam dan Pergerakan Muhammadlyah”, “Pandangan tentang Agama Islam dan Pergerakan Muhammadiyah”, serta “Pandangan tentang Kemajuan Agama Islam dan Pergerakan Muhammadiyah Hindia Timur”, yang mengupas berbagai pandangan Islam,

kemajuan umat Islam di Tanah Air dan betahan dunia, serta berbagal masalah yang dlhadapi Muhammadiyah dan umat Islam.

Dari berbagai khutbah iftitah atau “Khutabtul Arsy” dari tahun 1921 hingga tahun 1971, tergambar betapa luas pandangan para tokoh Muhammadiyah dalam memahami ajaran Islam dan menghadapi kompleksitas kehidupan, yang berpijak pada fondasi Al-Quran dan As-Sunah yang maqbulah dengan mengembangankan pemikiran yang berkemajuan.

Kiai Mas Mansur ketika menulis tentang “Sebab-sebab Kemunduran Ummat Islam” dalam Adil Nomor 52/IX tahun 1941 seperti dikutip Amir Hamzah W, menunjuk empat faktor.

Keempat sebab itu ialah iman umat yang tipis, umat yang tidak cerdas, pimpinan yang hanya pandai gembar-gembor, dan syiar agama yang kurang.

Ketika menjelaskan ciri kedua, yakni umat yang tidak cerdas, Ketua PB Muhamrnadiyah tersebut menulis sebagal berikut:

“Umat kita tiada mempunyai kecerdasan. Rata-rata umat IsIam di Indonesia berada dalam kebodohan, mereka tidak tahu hakikat agama.

Agamanya mengajak mereka pada kemajuan, tetapi lantaran kekebalannya, mereka sebaliknya malah mundur. Agamanya diserang oleh orang lain tidak diinsyafinya”.

Dalam ciri kedua Dua Belas langkah Muhammadiyah tahun 1938-1942, bahkan disebutkan tentang pentingnya “Memperfuoskon Faham Agama” dinyatakan sebagai berikut:

“Hendaklah faham agama yong sesungguhnya itu dibentangkan dengan arti yang seluas-luasnya, boleh diujikan dan diperbandingkan, sehingga kita sekutu-sekutu Muhammadiyah mengerti perluasan Agama Islam, Itulah yang paling benar, ringan dan berguna, maka mendahulukanlah pekerjaan keagontaan itu” (PB Muhammadiyah Madjlis Taman Poestaka, 1939:51).

Istilah “berkemajuan” juga diperkenalkan dalam memberikan ciri tentang masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.

Dalam Muktamar ke-37 tahun 1968 dikupas tentang karakter masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.

Di antara sembilan ciri masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, salah satu cirinya ialah “Masyarakat berkemajuan yang ditandai oleh: (a) Masyarakat Islam ialah masyarakat yang maju dan dinamis, serta dapat menjadi contoh; (b) Masyarakat Islam membina semua sektor kehldupan secara serempak dan teratur /terkoordinir; (c) Dalam pelaksanaannya masyarakat itu mengenal pentahapan dan pembagian pekerjaan”.

Dari ciri masyarakat Islam yang berkemajuan Itu jelas sekali bagaimana tujuan Muhammadlyah

Ditulis Oleh Dr. H Haedar Nashir. M.Si. (Ketua Umum PP Muhammadiyah)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Back To Top