
Bagaimana Hukum Bermain Game?
PAM WIYUNG – Surabaya, Sering kita jumpai di tempat umum mulai dari anak – anak hingga orang dewasa menggunakan gawai mereka untuk kegiatan sehari-hari, mulai dari komunikasi antar sesama hingga menggunakan gawai sebagai sarana mencari hiburan dan menghilangkan penat seperti bermain game online dan sebagainya. Lantas bagaimana respon agama menghadapi fenomena tersebut?
Game atau permainan sesungguhnya adalah bagian dari sarana hiburan dan sarana melepas lelah. Oleh karena itu sebelum menjawab langsung pertanyaan, terlebih dahulu kami paparkan bagaimana pandangan Islam mengenai hiburan.
Islam mewajibkan kepada umatnya agar mengabdikan seluruh hidupnya hanya untuk beribadah kepada Allah SWT. Itulah orientasi tunggal yang harus dipegang oleh kaum muslimin ketika menjalani kehidupan (adz-Dzariyat: 56). Islam lalu memerintahkan umatnya agar melaksanakan perintah Allah dengan segenap potensi yang ia miliki (asy-Syuara: 108) dan tidak melanggar larangan-larangan Allah (an-Nisa: 14).
Namun demikian, Islam sesungguhnya adalah agama yang sangat menghormati realitas obyektif dan realitas kongkrit yang terdapat di sekitar dan dalam diri manusia (al-Islam din waqi’iy). Ketika manusia menyukai keindahan, kecantikan, ketampanan, kelezatan dan kemerduan, Islam kemudian menghalalkannya (an-Nahl: 6, al-A’raf: 31), dengan syarat hal tersebut didapatkan dengan cara yang baik dan dilakukan dengan cara yang benar (al-Baqarah: 42).
Islam bukanlah agama yang membelenggu manusia (al-Baqarah: 286, al-Maidah: 6, al-Hajj: 78). Islam juga bukanlah agama yang utopis (khayal), yang memperlakukan manusia seolah-olah malaikat yang tidak memiliki keinginan atau nafsu sama sekali. Islam memperlakukan manusia sesuai dengan naluri kemanusiaannya (al-Furqan: 7, al-Qashash: 77). Islam sangat memberikan keluasan dan kelapangan bagi manusia untuk merasakan kenikmatan hidup (al-Maidah: 87).
Mengenai hal ini, ada suatu kisah yang dapat kita ambil pelajaran. Kisah mengenai seorang sahabat Nabi SAW yang bernama Hanzhalah. Suatu ketika, muncul kegundahan dalam hati Hanzhalah. Ia merasa bahwa hidupnya telah diselubungi kemunafikan. Terlintas dalam benaknya bahwa hidupnya hanyalah kepura-puraan.
Ketika berhadapan dengan Rasulullah SAW, ia menjadi seorang muslim yang benar-benar taat. Ia berperilaku serius, tidak bercanda, mata selalu sembab, hati selalu berdzikir dan senantiasa dalam kondisi ketakwaan pada Allah SWT. Namun apabila ia berlalu dari nabi, lalu bertemu keluarganya, seketika perangainya berubah. Ia mencandai anak istrinya, tertawa, merasa senang dan seolah-olah lupa bahwa sebelumnya ia menangis.
Ternyata, apa yang dialami oleh sahabat Hanzhalah juga dialami oleh sahabat Abu Bakar. Maka, untuk mencari jawaban dari kegundahan hati dua sahabat tersebut, keduanya kemudian mendatangi Rasulullah. Bagaimana Rasulullah menjawab keduanya? Imam Muslim dalam kitab Sahih-nya meriwayatkan jawaban tersebut:
“Demi Dzat yang aku berada di tangan-Nya, jika kalian tetap seperti dalam kondisi ketika kalian berada bersama ku, atau seperti ketika kalian berdzikir, maka Malaikat akan menyalami kamu sekalian di tempat-tempat tidurmu dan di jalan-jalanmu. Akan tetapi, wahai Hanzhalah, “semuanya ada waktunya”. Itu beliau ucapkan sebanyak 3 kali. [HR. Muslim]
Hadis ini menunjukkan bahwa kesenangan psikologis dan hiburan merupakan dua hal yang natural dalam diri manusia. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahkan mengatakan orang yang di dalam dirinya tidak ada hal tersebut, ia akan disalami Malaikat. Disalami Malaikat merupakan ucapan simbol yang menunjukkan satu hal yang mustahil terjadi.
Maknanya adalah Islam tidak mengajarkan agar seseorang menjauhi kesenangan dan hiburan. Sebaliknya, Islam justru mengajarkan bahwa mencari ketenangan, beristirahat, mencari hiburan bisa dilakukan, namun harus sesuai dengan porsinya. Islam tidak mengharamkan hiburan sama sekali.
Namun demikian, tidak semua hiburan (al-lahwu) mendapatkan tempat dalam agama Islam. Islam hanya membolehkan jenis-jenis hiburan yang di dalamnya terdapat unsur-unsur pendidikan, kesehatan, dan nilai-nilai moral lainnya. Yusuf al-Qaradhawi dalam bukunya Fiqhu al-Lahwi wa al-Tarwîhi, menyebutkan jenis-jenis hiburan atau permainan yang dilarang dalam agama Islam, yaitu:
- Mengandung unsur berbahaya, seperti tinju, karena di dalamnya terdapat unsur menyakiti badan sendiri dan orang lain.
- Menampilkan fisik dan aurat wanita di depan laki-laki bukan mahramnya, seperti renang dan gulat.
- Mengandung unsur magis (sihir).
- Menyakiti binatang seperti menyabung ayam.
- Mengandung unsur judi.
- Melecehkan dan menghina orang atau kelompok lain
- Dilakukan secara berlebih-lebihan.
Sumber: Majalah Suara Muhammadiyah: No. 14, 2011